Bekas manajer Persikapro Kabupaten Probolinggo, Hengky Bambang Widodo, mengungkapkan bahwa banyak pengelola klub yang frustasi lantaran sering jadi sapi perah PSSI. Karena itu, bagi pengurus yang sudah tidak tahan dikerjai terus-menerus akhirnya memilih keluar dari klub tersebut. "Sejak 2008 lalu saya sudah meninggalkan Persikapro karena frustasi dengan ulah orang PSSI," kata Hengky .
Hengky menceritakan, sebagai klub amatir Persikapro empat kali diminta setor uang kepada Badan Liga Amatir (BLA) melalui Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur. Itu terjadi ketika Persikapro menjadi tuan rumah penyisihan zona Jawa II kompetisi divisi III. "Setiap mengajukan diri menjadi tuan rumah, kami diminta setor Rp 50 juta ke PSSI Jawa Timur dengan janji akan dinaikkan ke divisi II," kata dia.
Hengky mengaku, dua kali menjadi tuan rumah dua kali pula ia harus setor Rp 50 juta ke BLA. Dia juga mengaku pernah setor uang Rp 25 juta saat pertandingan di Sumenep serta Rp 10 juta ketika digelar di Pasuruan. "Dengan setor uang kami memang berhasil promosi ke divisi II, tapi gagal ke divisi I," kata Hengky yang sekarang menjadi salah seorang panitia Liga Primer Indonesia.
Hengky juga menyatakan bahwa Persewangi Banyuwangi gagal promosi dari divisi I ke divisi utama tahun ini kendati telah setor uang Rp 500 juta kepada pengurus PSSI. Karena merasa dikerjai, Persewangi berencana mengajukan protes. "Ini informasi A-1, saya siap bertanggung jawab terhadap apa yang saya sampaikan," kata Hengky.
Hal yang sama juga diungkapkan bekas manajer Persekabpas Pasuruan, Abu Bakar Asegaf. Menurutnya, bila ingin memenangkan pertandingan salah satu syaratnya harus memberi 'amplop' kepada wasit. Besarnya sogokan, kata dia, berkisar antara Rp 10 - 20 juta. "Saya mengakui pernah melakukan itu, karena sadar berada dalam sistem yang bobrok," kata Abu Bakar.
Namun, kata Abu Bakar, penyerahan uang suap ke wasit itu dilakukan melalui perantara dan tidak ada tanda buktinya. Dia terpaksa melakukan itu karena tanpa memberi servis pada wasit, ujar Abu, timnya akan selalu dikerjai. "Kalau mampu bayar, meski yang main orang-orang tua, tim tersebut pasti dimenangkan," kata dia
Baik Hengky maupun Abu Bakar mendesak agar Nurdin Halid segera mengundurkan diri. Menurut mereka, masyarakat pecinta sepak bola di Indonesia sudah muak dengan Nurdin dan pengurus PSSI lainnya. "Di tangan Nurdin, sepak bola dijadikan bisnis untuk memperkaya diri," kata Abu Bakar.
Sekretaris PSSI Jawa Timur, Djoko Tetuko mengatakan apa yang disampaikan Hengky itu terjadi pada kepengurusan PSSI Jawa Timur sebelumnya, sebelum dijabat Vigit Waluyo yang masih bertahan hingga kini.
Djoko mengaku tidak tahu menahu soal keluhan Hengky. Yang dia tahu, setiap pungutan kepada klub, baik amatir maupun profesional, sifatnya resmi. "Ada tanda terimanya," ujar dia.
Haruna Soemitro, Ketuam Umum PSSI Jatim, periode sebelumnya belum bisa dikonfirmasi. Dua telepon genggamnya tidak aktif.
Hengky menceritakan, sebagai klub amatir Persikapro empat kali diminta setor uang kepada Badan Liga Amatir (BLA) melalui Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur. Itu terjadi ketika Persikapro menjadi tuan rumah penyisihan zona Jawa II kompetisi divisi III. "Setiap mengajukan diri menjadi tuan rumah, kami diminta setor Rp 50 juta ke PSSI Jawa Timur dengan janji akan dinaikkan ke divisi II," kata dia.
Hengky mengaku, dua kali menjadi tuan rumah dua kali pula ia harus setor Rp 50 juta ke BLA. Dia juga mengaku pernah setor uang Rp 25 juta saat pertandingan di Sumenep serta Rp 10 juta ketika digelar di Pasuruan. "Dengan setor uang kami memang berhasil promosi ke divisi II, tapi gagal ke divisi I," kata Hengky yang sekarang menjadi salah seorang panitia Liga Primer Indonesia.
Hengky juga menyatakan bahwa Persewangi Banyuwangi gagal promosi dari divisi I ke divisi utama tahun ini kendati telah setor uang Rp 500 juta kepada pengurus PSSI. Karena merasa dikerjai, Persewangi berencana mengajukan protes. "Ini informasi A-1, saya siap bertanggung jawab terhadap apa yang saya sampaikan," kata Hengky.
Hal yang sama juga diungkapkan bekas manajer Persekabpas Pasuruan, Abu Bakar Asegaf. Menurutnya, bila ingin memenangkan pertandingan salah satu syaratnya harus memberi 'amplop' kepada wasit. Besarnya sogokan, kata dia, berkisar antara Rp 10 - 20 juta. "Saya mengakui pernah melakukan itu, karena sadar berada dalam sistem yang bobrok," kata Abu Bakar.
Namun, kata Abu Bakar, penyerahan uang suap ke wasit itu dilakukan melalui perantara dan tidak ada tanda buktinya. Dia terpaksa melakukan itu karena tanpa memberi servis pada wasit, ujar Abu, timnya akan selalu dikerjai. "Kalau mampu bayar, meski yang main orang-orang tua, tim tersebut pasti dimenangkan," kata dia
Baik Hengky maupun Abu Bakar mendesak agar Nurdin Halid segera mengundurkan diri. Menurut mereka, masyarakat pecinta sepak bola di Indonesia sudah muak dengan Nurdin dan pengurus PSSI lainnya. "Di tangan Nurdin, sepak bola dijadikan bisnis untuk memperkaya diri," kata Abu Bakar.
Sekretaris PSSI Jawa Timur, Djoko Tetuko mengatakan apa yang disampaikan Hengky itu terjadi pada kepengurusan PSSI Jawa Timur sebelumnya, sebelum dijabat Vigit Waluyo yang masih bertahan hingga kini.
Djoko mengaku tidak tahu menahu soal keluhan Hengky. Yang dia tahu, setiap pungutan kepada klub, baik amatir maupun profesional, sifatnya resmi. "Ada tanda terimanya," ujar dia.
Haruna Soemitro, Ketuam Umum PSSI Jatim, periode sebelumnya belum bisa dikonfirmasi. Dua telepon genggamnya tidak aktif.
Sumber : http://danish56.blogspot.com/2011/01/parahnya-korupsi-di-tubuh-pengurus-pssi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar