Sejatinya, ajaran adanya NERAKA SIKSAAN KEKAL BAGI ORANG JAHAT, merupakan ajaran yang lahir dari imajinasi (KHAYALAN) penganut Zoroaster kuno, yang pernah hidup dalam ketertindasan. Karena tidak sempat membalaskan dendamnya pada para penindasnya, maka demi menenangkan-menghibur hati golongannya yang tertindas, mereka mengajarkan tentang adanya suatu tempat pembalasan kelak oleh Tuhan kepada orang-orang yang telah menjahati mereka.
Sebagian besar guru agama Kristen dan Islam mengajarkan pula adanya neraka – dalam hal ini agak berbeda dengan Yudaisme (sebagai saudara tua Islam dan Kristen), yang tidak mengajarkan adanya neraka – , sebagai tempat siksaan kekal bagi orang-orang berdosa yang dihukum oleh Tuhan. Neraka versi Kristen dan Islam diyakini sebagai tempat siksaan kekal bagi jiwa-jiwa orang jahat yang telah mati (dalam hal ini serupa dengan neraka versi Zoroater, agama orang Iran kuno).
Dalam neraka ini, Tuhan dan malaikatnya, dengan senang hati, memuaskan emosi rasa dendam kesumatnya, menyiksa manusia yang dianggap berdosa dan telah melawan Tuhan. Jiwa orang-orang jahat itu bukan disiksa dalam waktu yang sebentar. Tuhan dan malaikat penyiksanya tak puas dengan waktu siksaan yang sedikit. Orang yang hidup di dunia selama 70 tahun kemudian masuk neraka, tidak akan disiksa sama dengan umurnya 70 tahun, melainkan selama-lamanya tanpa akhir masa.
Kekerasan yang dilakukan oleh Tuhan dan malaikatnya dalam neraka, jika benar tanpa batas waktu (seperti yang dikatakan oleh para guru agama), maka hal itu niscaya lebih kejam dari apa yang bisa dilakukan oleh binatang atau monster yang paling buas sekalipun. Anarkisme yang terjadi di neraka jahanam akan lebih gila kualitas dan kuantitasnya dari segala bentuk penyiksaan yang bisa dilakukan oleh orang-orang psikopat berdarah dingin (ataupun orang sakit jiwa apapun juga) yang pernah ada di muka bumi ini.
Gambaran neraka yang penuh kesadisan sejatinya adalah cermin salah satu sifat dari Tuhan. Apakah anda sadar wahai guru-guru agama? Jika neraka – seperti yang diajarkan oleh guru-guru agama – adalah wujud pembalasan yang mengerikan dari Tuhan, maka konsekwensi lanjutan dari ajaran adanya neraka ini adalah: Tuhan itu anarkis! Bahkan, mengingat siksaannya sangat mengerikan, Tuhan juga nampak lebih psikopat dari orang psikopat yang pernah ada, Tuhan lebih gila dari orang gila yang pernah ada di muka bumi ini, Tuhan laksana monster yang sangat menakutkan dan mengerikan!
Bagi orang yang mau berpikir jernih, sebenarnya ajaran adanya neraka dalam Kristen dan Islam, akan membawa kita pada kesimpulan bahwa Kristen dan Islam adalah agama yang dalam satu sisinya mengandung ajaran kekerasaan dan pembalasan dendam, yang mana jika dikontraskan dengan sifat Tuhan Yang Maha Pengampun (Maha Baik, Maha Pengasih dan Penyayang), hal ini niscaya akan sangat bertentangan.
Akibat dari Ajaran Neraka
Di sadari atau tidak, mau diakui atau tidak, ajaran neraka telah tercipta dari benih-benih kebencian, hasrat ingin bertindak kekerasan seseorang yang tak tersalurkan semasa hidupnya di dunia, tindak pembalasan penuh dendam. Selanjunya ajaran adanya neraka juga menjadi suatu ajaran yang menginspirasi, memprovokasi, melahirkan, memupuk egoisme, dendam kesumat, kebrutalan dan anarkisme.
Ajaran adanya neraka siksaan kekal bukannya menjadi rahmat bagi umat manusia, melainkan menjadi semacam legitimator anarkisme, perusak kemanusiaan, jauh dari sikap memanusiakan manusia, pelanggaran fatal terhadap hak asasi manusia.
Ketika seorang (penganut Kristen atau Islam) meyakini bahwa siksa neraka itu ada, percaya bahwa agamanya adalah agama yang mengajarkan siksaan kejam bagi orang-orang yang dianggap jahat, bahwa Tuhan Yang Maha Esa akan membakar-menyiksa orang jahat untuk selama-lamanya tanpa ampunan, yakin (beriman) pada ajaran semacam itu dengan sepenuh hatinya, maka niscaya keyakinan (iman)nya itu akan –disadari atau tidak- membuatnya menjadi orang yang juga kejam, dingin tak kenal ampun. Keyakinan akan adanya Tuhan yang mencipta neraka, pasti akan menginspirasi hatinya dengan hal-hal seperti: ingin balas dendam, suka membenci orang lain, melegitimasi dan mengesahkan tindak kekerasan atas nama Tuhan, bahkan menyetujui pembunuhan jika pembunuhan itu adalah “pembunuhan suci” (dilakukan atas nama Tuhan).
Seandainya seseorang mengagumi dan menyembah serta beriman pada Tuhan yang memiliki sisi sifat kejam dan tak berbelaskasihan, niscaya, sifat-sifat Tuhan itu juga sedikit banyak akan merasuki (menjadi) tabiat orang itu. Tabiatnya itu akan diwujudkan dalam bentuk tindakan yang dapat disaksikan orang lain, atau jika tidak diwujudkan dalam bentuk tindakan, maka akan tersimpan pada alam bawah sadarnya yang tak dapat disaksikan orang lain (dipendam dan suatu saat bisa meledak, duarrr!).
Jika anda percaya Tuhan di dalam kitab suci anda adalah Tuhan yang membenci sebagian golongan manusia tertentu (lihatlah kebencian Tuhan terhadap golongan tertentu yang diungkapkan dalam Alkitab dan Alquran), maka anda niscaya akan juga membenci manusia golongan tertentu. Anda akan memelihara dan memupuk perasaan-perasaan yang sama dengan perasaan-perasaan yang anda percaya ada di hati Tuhan.
Jika anda percaya bahwa Tuhan akan menghukum manusia dengan api siksaan kekal di neraka untuk mewujudkan pembalasan dendamnya itu, maka wajarlah jika anda akan menganggap bahwa anda juga boleh membakar dan menyiksa orang yang anda benci di dunia ini. Dan tentu saja ketika kondisi masyarakat tempat tinggal anda sudah memungkinkan untuk dilakukannya hal itu, atau dengan kata lain, jika otoritas pemerintah dalam mencegah anda sudah alpa, anda akan benar-benar melakukannya, sebagai persembahan yang suci kepada Tuhan dan dengan segenap kekuatan anda akan bertindak sesuai apa yang anda yakini sebagai sifat dan kehendak Tuhan. Malahan faktanya, meskipun ada otoritas pemerintah yang jelas-jelas melarang tindak anarkis atas nama Tuhan, toh realitanya kita saksikan bahwa tetap saja selalu muncul di sana-sini pengantin atau bomber atau syuhada yang selalu hadir sebagai wakil Tuhan dalam membinasakan golongan tertentu (golongan yang dianggap kafir dan harus dibinasakan).
Apa-apa yang saya kemukakan di atas, bukanlah hal yang tanpa bukti. Sepanjang sejarah Kristen (baik katolik atau protestan) dan Islam (dan apapun yang percaya dan masih mengajarkan adanya siksaan neraka kekal oleh Tuhannya), telah, sedang dan selalu akan menunjukkan kebenaran kalimat-kalimat di atas tadi, bahwa sifat, tabiat dan tindak-tanduk manusia ditentukan oleh apa yang diyakininya.
Buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Tuhan yang memiliki sisi sifat menyeramkan niscaya membuahkan pengikut agama yang menyeramkan pula. Sifat dan perilaku manusia beragama yang menyeramkan sebetulnya sama mengerikannya dengan ajaran para guru agama perihal Tuhan mereka. Salah satu sifat Tuhan pendendam yang diwujudkan dengan neraka siksaan kekal, membenarkan hasrat balas dendam seorang manusia atas manusia lain.
Akibat ajaran adanya neraka siksaan kekal oleh guru-guru agama ini, Tuhan –bagaimanapun juga–akan memiliki sisi yang menjijikkan: pendendam, pemarah-pemurka, penuh kebencian yang menyala-nyala, kejam-tak berbelaskasihan, tak kenal ampun, suka menyiksa, bahkan gila bak psikopat!
Akibat ajaran adanya neraka siksaan kekal yang selalu dikumandangkan guru-guru agama itu, Tuhan akan terlihat dingin dan kejam, yang sama dingin dan kejamnya dengan para syuhada atau bomber yang sering kita saksikan dalam golongan Islam garis tertentu, serta juga sama dingin dan kejamnya pula dengan para pemimpin gereja Kristen di abad pertengahan, yang bisa dengan bangga membakar jutaan umat manusia atas nama perintah Tuhan!
Seorang tokoh Kristen, Tertulian – yang meyakini ajaran neraka siksa kekal –, pernah berkata:
“How shall I admire, how laugh, how rejoice, how exult, when I behold so many kings and false gods, together with Jove himself, groaning in the lowest abyss of darkness! so many magistrates who persecuted the name of the Lord, liquefying in fiercer flames than they ever kindled against Christians; so many sage philosophers blushing in raging fire …” (Betapa aku akan merasa senang, menertawakan, bersukacita, dan girang, bila aku melihat begitu banyak raja, dan dewa-dewi, bersama Jupiter sendiri, mengerang-ngerang dalam Jurang Kegelapan yang paling dalam! – begitu banyak hakim Roma, yang menghina nama Tuhan, meleleh dalam lidah-lidah api yang lebih kejam daripada yang pernah mereka sulut kepada orang-orang Kristen; begitu banyak filsuf ‘pintar’ yang memerah dalam api yang menyala-nyala…)
Dari tulisan Tertulian itu, kelihatan bahwa ia adalah orang yang penuh dendam kesumat dan kejam. Kata-kata Tertulian menguatkan analisis kita, bahwa keyakinannya akan neraka siksaan kekal telah membuat hatinya makin kejam, harapan-harapannya menjadi liar, emosi-emosinya menjadi mengerikan hingga imajinasinya pun makin mengerikan: membayangkan rasa gembira-rianya menyaksikan penyiksaan di neraka. Selanjutnya kita bisa bayangkan apa jadinya jika kemudian Tertulian menjadi penguasa yang sah (raja), niscaya ia akan melakukan siksaan, yang sudah ia bayangkan itu, di atas muka bumi!
Pada abad 13 perang salib terjadi. Kaum Albigensis (para petani di Perancis Selatan), oleh kuasa Katolik, dipaksa untuk menjadi Kristen. Barangsiapa yang menolak ajaran para penginjil katolik akan dibantai atas nama Tuhan. Para pastor katolik pun berseru-seru, di antara penyiksaan-pembunuhan-pembakaran manusia itu, sebagai gempita kemenangan pekabaran injil: “Demi kemuliaan nama Tuhan!” Mereka yakin, seyakin-yakinnya, apa yang mereka lakukan itu (dengan segala bentuk kebrutalannya) adalah suatu pelayanan yang suci bagi Tuhan.
Yang ada di benak para laskar Tuhan atau prajurit Tuhan adalah: semakin rajin mereka menjadi tangan (wakil) Tuhan dalam rangka membunuh orang-orang yang dianggap sesat dan dibenci Tuhan, semakin Tuhan mencintai mereka. Para syuhada Islam memiliki keyakinan yang serupa, semakin banyak mereka membinasakan musuh-musuh Allah, semakin banyak upah yang akan mereka terima di akhirat nanti. Itu sebabnya pembunuhan atas nama Tuhan terus marak terjadi hingga masa kini.
Ajaran agama tentang Tuhan yang menghukum manusia ciptaannya dengan siksaan kejam di neraka, akan menjadi legitimator sahnya kebencian dan hasrat balas dendam yang timbul dalam hati manusia. Kebencian pribadi berubah menjadi hasrat pembalasan dendam. Dan hasrat pembalasan dendam itu diyakini berasal dari Tuhan yang juga pembalas dendam adanya. Selanjutnya keyakinan yang muncul adalah bahwa Tuhan pembalas dendam akan senang jika umatnya menjadi tangan atau wakilnya dalam melaksanakan dendamnya itu, sebagai pelayanan yang suci bagi Tuhan dan agama.
Bahkan kita saksikan di mana-mana, atas nama Tuhan dan agama, sesama saudara bisa saling membenci dan membantai. Ikatan kasih keluarga hancur berkeping-keping dihunjam godam besi kefanatikan agama. Atas klaim rasa kesetiaan pada Tuhan dan agama, suami-suami mengkhianati istri (dan sebaliknya), anak-anak mengkhianati orang tua (dan juga sebaliknya), antar teman dan saudara saling mengkhianati. Manusia menjadi monster-monster yang lebih mengerikan, lebih sulit dikendalikan, lebih liar ketimbang srigala buas. Agama yang katanya kasih, cinta damai, hanya menjadi topeng belaka, sebab sejatinya agama yang mengajarkan Tuhan yang dualistik– disamping memiliki berbagai sifat baik (mahabaik, mahakasih, dsbnya) – tapi juga memiliki sisi sifat kejam dan pendendam adalah agama kegelapan, yang akan melahirkan tabiat manusia-manusia yang tak ubahnya dengan tabiat Tuhannya, yang katanya penuh cinta kasih tetapi ternyata juga kejam dan haus darah! Dewa kegelapan!
Sumber: https://m.facebook.com/notes/frans-donald-baria/neraka-suatu-ajaran-dari-dewa-kegelapan/10151223304758705/?__tn__=C