"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan RasulNya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai AhlulBait (keluarga rumah tangga Nabi SAW) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab (33) : 33).
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan RasulNya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai AhlulBait (keluarga rumah tangga Nabi SAW) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab (33) : 33).
Menjadi wanita shalihah adalah idaman setiap muslimah, karena wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, mengalahkan tumpukan emas, intan dan permata, serta perhiasan dunia apa pun. Juga, hanya wanita shalihahlah yang mampu melahirkan generasi rabbani yang selalu siap memikul risalah Islamiyah menuju puncak kejayaan. Namun, menjadi wanita shalihah bukanlah perkara mudah. Alhamdulillah, Allah SWT yang Mahakasih telah menyiapkan perangkat-perangkat arahan bagi semua muslimah untuk dapat menjadi wanita shalihah, di antaranya melalui ayat di atas.
Taujih Rabbani, memuliakan wanita bukan membelenggu. Perintah untukMulaazamatul Buyut (menetap di rumah) dalam ayat di atas meskipun secara konteks ditujukan bagi para isteri Rasulullah SAW, tetapi juga berlaku untuk semua muslimah sampai akhir zaman. Meski demikian, perintah ini tidak boleh dimaknai bahwa wanita sama sekali dilarang ke luar rumah. Sebab, Nabi SAWpernah bersabda,
"Janganlah kalian larang kaum wanita pergi kemasjid-masjid Allah." (Muttafaq 'Alaih).
Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwaththa meriwayatkan bahwa Aisyah RA pernahke luar rumah membesuk ayahnya, Abu Bakar RA yang sedang sakit. Sebagian isteri Nabi SAW juga pernah keluar rumah demi menunaikan ibadah haji maupun ikut dalam perjalanan perang fi sabilillah bersama Rasulullah SAW. Karenanya, perintah dalam ayat di atas harus dimaknai sebagai isyarat bahwa rumah adalah tempat asal kehidupan kaum hawa sehingga keberadaannya di luar rumah hendaknya tidak boleh menjadi prioritas utama hingga kemudian mendominasi kehidupannya.
Perlu diartikan bahwa perintah menetap di rumah adalah dalam rangka memuliakan diri wanita serta memperkokoh posisi dan kehormatannya. Sama sekali bukan untuk membelenggu dan merendahkan wanita sebagaimana sering disuarakan oleh para propagandis gerakan feminisme. Dengan fokus tinggal dirumah, muslimah tentu lebih dapat berkonsentrasi dalam mentarbiyah dan mendidik anak, menciptakan suasana rapi, indah, dan nyaman, serta mampu mencurahkan perhatian kepada anggota keluarganya sehingga mereka semua dapat merasakan suasana rumah bak syurga. Berkesesuaian dengan itu, maka dalam Islam tanggung jawab mencari nafkah pun tidaklah dibebankan kepada isteri, melainkan menjadi kewajiban suami.
Kontra produktif Feminisme
Jika di negara-negara Islam para penyeru gerakan feminisme amat antusias mempropagandakan feminisme dan gender, di negara Barat sinyal gerakan ini justru semakin meredup karena sudah terasa dampak negatif yang ditimbulkan dari gerakan ini di lapangan kehidupan. Di balik kemajuan partisipasi angkatan kerja wanita di dunia maskulin, tidak sedikit dari kalangan cendekiawan Barat yang mengkritik bahwa kondisi wanita bukan menjadi lebih baik, melainkan menjadi memburuk.
Dalam buku A Lesser Life : The Myth of Womens Liberation America (1986), Sylvia Hewlett mengulas dengan rinci kondisi wanita yang menyedihkan karena adanya gerakan feminisme. Istilah feminization of poverty (pemiskinan wanita) semakin terdengar pada pertengahan tahun 1980-an (MembincangFeminisme, Halaman 211, Risalah Gusti, 1996). Bahkan, Miles Markjanli, penulis Amerika kenamaan, menyuarakan dengan lantang agar kaum hawa kembalike rumah.
Dalam makalah berjudul Rumah : Kerajaan Perempuan Tanpa Sengketa, ia menulis, "Aku selalu berupaya meyakinkan para perempuan bahwa mereka lebih berhak untuk berlaku sebagai pendidik di rumah."
Apa yang sudah terungkap di atas, semakin meyakinkan kita terhadap kebenaran taujih Ilahi dalam ayat tersebut. Dan pelanggaran terhadap perintah AllahSWT jelas akan menimbulkan bencana di semua aspek kehidupan.
Tafsir Tabarruj Al-Jahiliyyah Al-Ula Ibnu Katsir saat menafsiri ayat ini memaparkan bentuk-bentuk tabarruj di zaman jahiliyah. Di antaranya seperti dikatakan Imam Mujahid,
"Dahulu wanita ke luar rumah berjalan (bercampur) diantara kaum lelaki. Inilah tabarruj jahiliyah!" Sementara Imam Qatadahmelihat tabarruj jahiliyah pada gaya wanita yang berjalan denganlenggak-lenggok memancing birahi.
Sedangkan Imam Muqaatil bin Hayyaanberpendapat, bahwa tabarruj itu adalah ketika wanita melempar kerudungnya ke kepalanya tanpa mengikatnya sehingga terlihatlah rambut, perhiasan, danlehernya! (Tafsir Ibnu Katsir IV/218).
Beragam pandangan yang dikemukakan ini telah memberi gambaran pada kita bahwa tabarruj di masa jahiliyah yang diterapi oleh Al-Qur'an adalah untuk mensucikan masyarakat Islam dari dampak-dampak negatif yang bisa ditimbulkannya serta menjauhkan manusia semua dari benih-benih fitnah (syahwat). Maka, memahami ayat dan penafsiran soal ini dapat menjadi pijakan setiap muslimah dalam beraktifitas, sehingga membawanya kepada kecantikan ruhiyah, kecantikan kehormatan, dan kecantikan perasaan.
Produktif dari Rumah
Yang amat menarik untuk diperhatikan dalam ayat di atas adalah bersamaan dengan perintah menetap di rumah, Allah SWT juga memerintahkan kaum wanita agar rajin mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mentaati Allah danRasulNya. Ini memberikan pemahaman kepada kita, bahwa menetap di rumah tidaklah identik dengan pasif, statis, mandeg, dan stagnan. Sama sekali tidak! Justru rumah hendaknya menjadi "perusahaan" bagi berbagai proyek-proyek besar yang mampu memproduksi berbagai macam amal kebajikan untuk kemaslahatan diri muslimah sendiri (seperti shalat) juga kemaslahatanbagi orang lain dan lingkungannya (seperti zakat).
Dengan demikian, sesungguhnya ayat di atas secara tegas menganjurkan muslimah agar menjadi sosok yang selalu produktif dan kreatif di rumah. Produktifitas dan kreatifitas ini pun hendaknya tidak selalu dikaitkan dengan dengan hal-hal yang bersifat materi orientied, melainkan juga mencakup hal-hal yang bersifat spiritual. Aneka busana dan perlengkapannya, misalnya, sering menjadi produk "home industry" yang mudah digarap kaum muslimah dari rumah. Begitu pula aktifitas lain yang dengan kemudahan teknologi masa kini memungkinkan untuk dilakukan dari rumah. Yang demikian ini sah-sah saja dan tidak menyalahi aturan Islam.
Namun, tentunya akan sangat berarti dan memiliki nilai jual yang tinggi disisi Allah SWT manakala sentuhan halus tangan-tangan muslimah itu juga dapat"memproduksi" generasi rabbani, pembawa panji suci, yang rajin mengaji, dan merespon panggilan Ilahi seperti shalat. Jika ini yang terjadi, maka terwujudnya negeri seperti digambarkan dalam Al-Quran; Baldatun Thayyibatunwa Rabbun Ghafuur, bukanlah mimpi. Insya Allah.
Note : Semoga ini bisa membangkitkan ghirah ukhtii yang naek turun jadi IRT. Di balik status IRT ternyata banyak janji Allah swt yang indah. Semoga ukhtii tetep istiqomah jadi IRT n berusaha jadi IRT yang berkualitas. Aamiin...
#Mengutip tulisan dari Penulis: Ahmad Kusyairi Suhail, MA
iya aku mau banget jadi ibu rumah tangga yang sambil bisnis dirumah, biar ada tambahan untuk keluarga juga.
BalasHapus